Tentang Pertemuan #2


(cloudsecretadmirer.wordpress.com)


Sudah tiga bulan, aku dan Adam tak saling bertegur sapa. Aku rasa perasaan ini akan memudar dengan sendirinya. Toh kami sedetikpun belum pernah bertemu. Aku merasa bukan perkara yang sulit bila harus melenyapkan rasa yang tak jelas arah terbangnya.

Dan aku mengenal seseorang yang baru. Aldi. Beberapa kali kami bertemu dalam acara yang diadakan oleh sebuah komunitas sosial. Pertemuanku dengan Aldi, membuat aku sejenak lari dari bayang-bayang Adam.


Suatu saat, ketika ada sebuah momen untuk aku dan Aldi berfoto bersama. Aku memakai foto tersebut sebagai Display Picture BBM. Tak ada maksud apa-apa selain menjadikan foto tersebut layaknya sebuah pajangan dalam etalase sebuah toko.

Beberapa saat kemudian..

Ting..Tung..

Dari Adam, kubaca sebuah teks yang cukup panjang.

“Bila selama ini kau hanya menganggapku sebagai seorang teman, aku minta maaf dan aku berterimakasih atas waktu yang telah kau habiskan untukku. Tetapi bila selama ini kau menganggapku lebih dari teman, aku mohon hargai perasaanku.”

Apa? Perasaan dia bilang?
Lalu aku membalasnya “Adam, apa maksudmu?”

Tak ada balasan.

Bulan-bulan berikutnya, Adam menghilang lagi.  Aku seperti kehilangan arah. Aku butuh bahu yang nyaman untuk aku sandarkan. Namun rasanya bukan Aldi yang aku butuhkan. Lalu apa aku mencari Adam? Mungkin saja.

“Adam, aku sedang menuju Jogja.”
“Adam apakah kita bisa bertemu di kota ini?”

“Maaf, mungkin lain waktu, aku sedang sibuk” Jawabannya, singkat.

“Baiklah, maaf bila aku mengganggumu”

Tak ada balasan lagi.
***

Delapan Belas Bulan Kemudian

Ting..Tung..

BBM dari Adam? Ada apa dia setelah begitu lama menghilang?

“Jenny, apakabarmu? Masihkah kamu mengingatku?”

“Adam? Tentu aku masih mengingatmu, dan kau masih juga mengingatku? Kemana kau selama ini?”

“Aku….. Butuh waktu yang panjang Jen, dan aku telah memutuskan.. Saat ini keyakinanmu adalah keyakinanku. Jenny.. aku rasa kau mengerti tentang perasaanku..”

“Perasaan?”

“Yaa, aku rasa kau tahu perasaanku selama ini.”

“Dan selama ini, aku menunggu kata-kata itu keluar dari mulutmu, mengapa baru kau katakan sekarang?”

“Maafkan aku..”

“Dan maafkan aku, tentang pertemuan kita yang sepertinya tak akan pernah terwujud”

“Maksudmu?”

“Aku telah memilih hati yang lain, semenjak kabarmu hilang tertelan udara”

Tak ada balasan.

Aku membenamkan ragaku, mencoba menghapus tiap derai air mata yang membasahi pipiku. Adam, yang perlu kau tahu, aku tak pernah menyesali kehadiranmu, dan tentang pertemuan kita yang tak pernah terwujud.

6-8 Agustus 2014

Komentar

  1. Sedih, tapi keputusan Jenny tepat. Jangan biarkan seorang pun mempermainkan perasaan kita. Bahu untuk bersandar hanya kita temukan pada pria yang melindungi kita. Bukan dari pria yang tak peduli perasaan kita.(copas dari salah satu rubrik konsultasi)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ibu Fabina, lain kali kalo saya mau konsultasi, mungkin bisa juga ya? Hhehe..
      Terimakasih kunjungannya bu :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nostalgia pada Sebungkus Es Mambo

Kumpulan Fiksi Kilat (6 Kata)