Nostalgia Luka
Karya Kolaborasi : Fadli Hermawan dan Putri Apriani
Semacam tertatih rasanya, aku menyusuri jalan setapak masa lalu
dan menghadapi kelam dalam bayang-bayang. Ada kepiluan yang hingga kini masih
membekas, tertoreh sedemikian nyata dalam kalbu. Luka itu masih saja
membelenggu diri yang rapuh ini. Bahkan pada detik yang tak sudi berkompromi, luka tersebut seakan ingin
bernostalgia, ingin bertepuk tangan atas perihku yang masih menganga.
Menorehkan kembali luka yang baru, luka yang sama persis seperti yang lalu.
Luka yang makin melebar hingga mengalirkan nanah dan darah yang hampir saja
mengering. Semua menetes dari kedua bola mataku yang sembab.
Hantaman keras belasan bahkan puluhan tahun yang lalu masih
begitu lekat dalam memori, dan kini keadaan memaksaku untuk berbuat hal yang
sedemikian persis. Salahku, barangkali? Mungkin ya, mungkin tidak. Namun aku
tiada mengerti, mengapa keadaan memaksaku sedemikian rupa? Aku benci, aku muak.
Biarlah dikata egois, aku tiada mau peduli. Manusia hidup dengan egonya
masing-masing bukan? Demikian juga diriku. Dan luka-luka yang memiriskan itu,
tiada perlu aku bernostalgia denganmu. Namun mengapa engkau masih saja
bersikukuh?
Baiklah, bila waktu masih juga belum bisa berdamai denganku,
ataukah aku yang belum bisa berdamai dengan waktu? Entahlah, nasib pun enggan
memberitahu. Dan kini aku hanya bisa mengaduh, bersama nostalgia luka yang
mengiringi peraduanku, walau sesungguhnya aku tiada memerlukan!
—oOo—
Epilog
Dan kini, dalam dinginnya malam, aku langkahkan diri menuju
sungai bulan, membenamkan diri dalam telaga sunyi diantara rimbunan ilalang dan
melarutkan nostalgia luka yang kumiliki. Untuk dahulu, kini maupun nanti.
—oOo—
Ilustrasi Gambar : Dian - Pasir Berbisik
24 November 2014
Komentar
Posting Komentar