Nostalgia Luka

14169237931609567623

Karya Kolaborasi : Fadli Hermawan dan Putri Apriani

Semacam tertatih rasanya, aku menyusuri jalan setapak masa lalu dan menghadapi kelam dalam bayang-bayang. Ada kepiluan yang hingga kini masih membekas, tertoreh sedemikian nyata dalam kalbu. Luka itu masih saja membelenggu diri yang rapuh ini. Bahkan pada detik yang tak sudi berkompromi, luka tersebut seakan ingin bernostalgia, ingin bertepuk tangan atas perihku yang masih menganga. Menorehkan kembali luka yang baru, luka yang sama persis seperti yang lalu. Luka yang makin melebar hingga mengalirkan nanah dan darah yang hampir saja mengering. Semua menetes dari kedua bola mataku yang sembab.


Hantaman keras belasan bahkan puluhan tahun yang lalu masih begitu lekat dalam memori, dan kini keadaan memaksaku untuk berbuat hal yang sedemikian persis. Salahku, barangkali? Mungkin ya, mungkin tidak. Namun aku tiada mengerti, mengapa keadaan memaksaku sedemikian rupa? Aku benci, aku muak. Biarlah dikata egois, aku tiada mau peduli. Manusia hidup dengan egonya masing-masing bukan? Demikian juga diriku. Dan luka-luka yang memiriskan itu, tiada perlu aku bernostalgia denganmu. Namun mengapa engkau masih saja bersikukuh?

Baiklah, bila waktu masih juga belum bisa berdamai denganku, ataukah aku yang belum bisa berdamai dengan waktu? Entahlah, nasib pun enggan memberitahu. Dan kini aku hanya bisa mengaduh, bersama nostalgia luka yang mengiringi peraduanku, walau sesungguhnya aku tiada memerlukan!


—oOo—

Epilog

Dan kini, dalam dinginnya malam, aku langkahkan diri menuju sungai bulan, membenamkan diri dalam telaga sunyi diantara rimbunan ilalang dan melarutkan nostalgia luka yang kumiliki. Untuk dahulu, kini maupun nanti.

—oOo—

 Ilustrasi Gambar : Dian - Pasir Berbisik
24 November 2014


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nostalgia pada Sebungkus Es Mambo

Kumpulan Fiksi Kilat (6 Kata)