Selubung Netra


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgiUBwnCIPbxAhzMTQjywENkw2dgsh6Fn8EUhN6XoHuD9Dii524eN820WNTH10vmkDA6_GjIwO__M7uUrgZHqHAGMSxa16_0T7dN7jUKXkJgqGjKxfe7Yb3_-v8mdoYSVATngwTonC3xvQ/s1600/rl3oilku.jpg
(Dalam Selubung Putih)

Karya Kolaborasi : Fadli Hermawan dan Putri Apriani

/1/
Kata orang sedari lahir mataku indah
Wajahku cantik jelita
Kulitku putih
Hingga mereka menyebutku Haura
Sepasang bola mata hitam
Membuat siapapun ingin memandang
Tapi sayang kornea sepertinya enggan bertahta
Duniaku terasa gelap, tanpa cahaya
Duniaku seakan tak nyata
Hanya mampu teraba oleh rasa


/2/
Panggil saja aku Melati
Sejak kecil aku tinggal di panti
Ibuku mati
Ayahku kawin lagi
Kakakku pergi
Tiada lagi teman berbagi
Hanya sendiri bersama sunyi
Kini aku mengabdi
Pada “malaikat” bernama Bu Prapti
Wanita tanpa rahim nan baik hati
Aku dianggapnya sebagai anak sendiri

(Seorang Diri di Tepi Danau)

/3/
Aku suka melukis
Walau mata tiada mampu melihat
Aku suka melukis apa yang aku dengar
Apa yang aku rasa
Menggambarkan dunia
Senyum bahagia
Semua yang terasa nyata
Bersama suara-suara alam hujan yang merintik
Tawa ceria anak-anak
Desiran angin
Hingga percakapan jangkrik di tengah senyap malam
Aku lukiskan keindahannya dengan segenap rasa
Dan aku tiada sesal
Mengadu sedu pada sang nasib
Bahagia aku melukis indah dengan mata sanubari

(Tangan-tangan Hangat)
/4/
Mata sanubari kekuatanku
Menyemai benih harapan dalam indah lukisan
Memanen buah kesuksesan, berbagi pada tersayang
Untuk ibu, sosok yang kurindukan
Untuk ayah, dengan segala harapku akan perjumpaan
Untuk kakak, yang melanglang buana dalam setiap nafasnya
Untuk bu Prapti, yang sabar setia mendampingiku
Aku lukiskan setulus hati akan kasih sayangku
Pada kanvas kehidupan ini
Dengan tetes haru dan suka cita
Mata sanubari temani aku
Cerahkan hari-hariku bersama keindahanmu

/5/
Kini aku telah tumbuh menjadi seorang gadis
Mimpiku menjadi seorang pelukis tergapai sudah
Seringkali aku mengadakan pameran lukis
Kanvas, kuas, dan cat air adalah sahabat terbaik dikala aku gundah

/6/
Pada sebuah pameran
Aku berkenalan dengan seorang pemuda
Namanya Yudha
Seorang dokter muda nan rendah hati
Ia mengatakan akan mencari pendonor kornea untukku
Aku bahagia, aku terharu
Mimpiku melukis dunia sesaat lagi kan menjadi nyata

/7/
Tibalah pada akhirnya
Aku memandang dunia dengan segenap nyata
Rupa-rupa alam yang indah merona
Wajah-wajah orang tersayang
Kulihat ayah, dalam tubuh senjanya, datang menemuiku.
“Anakku, kau telah tumbuh menjadi sosok yang cantik jelita.”
“Matamu indah menawan, demikian pula dengan sanubarimu.”
Dan ketika Yudha turut menghadirkan sosok dirinya padaku
Ia pun seraya tersenyum, berkata:
“Melati, maukah kau menjadi pendamping mata sanubariku?”
“Bersama kita melukis dunia, dengan kebahagiaan nyata.”

14137283561153738580
(Melukis Bahagia)

/8/
Pada Yudha, dengan segala kerendahan hatimu
Kiranya tiada cukup aku berucap sekedar terima kasih
Izinkanlah aku melukis rupa kebaikanmu
Yang membaur bersama warna-warni cinta


20 Oktober 2014



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nostalgia pada Sebungkus Es Mambo

Kumpulan Fiksi Kilat (6 Kata)