Sekotak Hati untuk Dee – Part 1
Ilustrasi (www.digaleri.com) |
Dee
mengawasi rinai hujan yang satu persatu mulai membeku, bersamaan dengan itu
pula hatinya meluncur bebas pada gurun gejolak kekecewaan. Rasanya? Tak perlu
ditanyakan lagi. Apa jadinya jika seorang perempuan melihat kekasihnya
berpelukan mesra dengan
perempuan lain? Ada butiran hangat yang menyentuh pipi Dee, beberapa kali
terjatuh dari kelopak matanya yang indah, dan lama-kelamaan menjadi deras. Dee
berusaha tegar. Ia meninggalkan tempat itu, meninggalkan Rio, laki-laki yang
telah dipacarinya selama enam tahun.
Dee
beranjak pergi pada sebuah kafe, ‘Kafe Taman’, tempat
faforit ketika ia sedang ingin menyendiri. Dee memilih tempat yang paling
ujung, sengaja, agar orang tak mudah menemukan keberadaannya. Kali ini ia
benar-benar sedang ingin
menyepi. Dan kebetulan
Kafe Taman pada malam itu sepi pengunjung.
“Dee, ngapain kamu disini? Sendirian?” Tetiba suara seseorang menepuk pundaknya, memecahkan
lamunannya.
Wajah Dee
berusaha keras melihat ke arah suara. “Mas Frey..??”
“Gadis cantik malem-malem kok di sini sendirian sih,
nggak takut diculik wewe gombel kamu? Hahaha..”
“Nggak usah meledek deh”. Dee manyun.
Suasana
malam itu memang cocok dengan suasana hati Dee. Rintik gerimis, tiupan angin
yang cukup kencang seakan makin menusuk hati Dee yang sakit karena Rio. Frey
mengambil posisi duduk di sebelah Dee. Dee, memang gadis unik, Frey telah
mengenalnya semenjak mereka sama-sama masih duduk di bangku SD, usia
yang terpaut sekitar lima tahun membuat Frey menganggap Dee sebagai adiknya
sendiri.
“Kenapa sih kok manyun terus?” Frey
membuka bicara lagi.
“Nggak apa-apa kok…..”
“Nggak mungkin kalo nggak apa-apa, hayo
cerita sama Mas”
Dee
melengos, berusaha mengatur napas yang semenjak tadi kacau tak karuan. Bahkan
ini lebih parah dibandingkan kejadian sewaktu Dee mengejar copet yang berusaha
mengambil tasnya. Tapi apa daya copet itu malah lari ketakutan setelah Dee
mengeluarkan beberapa jurus Pencak Silat yang pernah dipelajarinya sewaktu SMA.
“Rio, mas…”
“Rio kenapa Dee? Rio sakit? Rio mau pindah
keluar kota? Atauuuu…”
“Bukan………” Dee segera memotong
pembicaraan.
“Terus?” Frey makin penasaran.
“Rio selingkuh sama cewek lain, huaaaaaa..”
Dee menangis keras.
Spontan
orang-orang disekitar menengok kearah mereka berdua. Sebagian ada yang
mengrenyitkan dahi, sebagian lagi ada yang cekikian. Frey tampak kikuk, mukanya
merah menahan malu. Tapi Frey berusaha menahan diri, ia tetap sabar menenangkan
Dee. Bukannya tenang tangisan Dee malah makin menjadi.
“Kenapa sih mas? Aku kurang cantik? Aku
kurang seksi? Emang cowok-cowok tuh nggak suka ya cewek tomboy kayak aku? Aku
urakan ya mas?”
“Hhhmm..Dee, sebaiknya kita pulang dulu yuk,
nggak enak disini diliatin orang, yuk?” Ajak Frey.
Akhirnya
setelah beberapa kali membujuk, Frey berhasil membawa gadis unik itu pulang,
dalam perjalanan pulang Dee menceritakan semua yang telah dialaminya. Tentang
Rio yang seligkuh dengan teman Dee sewaktu kuliah, Siska. Bahkan seorang teman baik pun
tak lagi bisa dipercaya.
***
Enam
bulan berlalu, semenjak kejadian itu, Dee masih saja murung. Beberapa kali Rio
sempat menghubunginya, sekedar ingin meminta maaf juga
menjelaskan hubungan kedekatan Rio dengan Siska. Tapi
tak sekalipun Dee menggubrisnya. Bagi Dee semua telah berakhir tanpa ada lagi yang perlu
dijelaskan. Kejadian lalu yang ia tangkap dengan mata kepalanya sendiri, sudah
cukup menjadi bukti bahwa mereka telah berselingkuh.
Sementara
Frey yang biasanya selalu menemani Dee, belakangan ini agak disibukkan dengan
persiapan acara pertunangan. Frey akan bertunangan dengan Nindy. Gadis keibuan
yang telah setia menjalin kasih dengan Frey sejak tiga tahun yang lalu.
Mbak
Nindy beruntung banget bisa dapetin Mas Frey yang sabar, setia dan pengertian,
ahhh.. sementara aku ini? Udah pacaran enam tahun aja masih diselingkuhin.
Bodoh kamu Dee!
***
Ada
perasaan bersalah yang timbul dihati Frey, semenjak ia sibuk dengan persiapan
pertunangannya dengan Nindy, Dee hanya sendiri, selalu murung tanpa semangat.
Saat ini Frey sedang memikirkan rencana untuk Dee kedepannya.
Percakapan
pada sebuah telepon :
“Hallo, iya Mas Frey ada apa?”
“Dee, aku tunggu ditempat biasa ya? Jam 4
sore, oke?”
Tutt..tuttt..tuttt..
“Hallo, mas? Hallo..??” -lho
kok langsung ditutup sih telponnya?
Dee
kebingungan, Frey tiba-tiba menelpon dan menyuruhnya untuk segera bertemu di
Kafe Taman.
Komentar
Posting Komentar