Sekotak Hati untuk Dee – Part 1

13967056571281382103
Ilustrasi (www.digaleri.com)

Dee mengawasi rinai hujan yang satu persatu mulai membeku, bersamaan dengan itu pula hatinya meluncur bebas pada gurun gejolak kekecewaan. Rasanya? Tak perlu ditanyakan lagi. Apa jadinya jika seorang perempuan melihat kekasihnya berpelukan mesra dengan perempuan lain? Ada butiran hangat yang menyentuh pipi Dee, beberapa kali terjatuh dari kelopak matanya yang indah, dan lama-kelamaan menjadi deras. Dee berusaha tegar. Ia meninggalkan tempat itu, meninggalkan Rio, laki-laki yang telah dipacarinya selama enam tahun.

Dee beranjak pergi pada sebuah kafe, Kafe Taman, tempat faforit ketika ia sedang ingin menyendiri. Dee memilih tempat yang paling ujung, sengaja, agar orang tak mudah menemukan keberadaannya. Kali ini ia benar-benar sedang ingin menyepi. Dan kebetulan Kafe Taman pada malam itu sepi pengunjung.


“Dee, ngapain kamu disini? Sendirian?” Tetiba suara seseorang menepuk pundaknya, memecahkan lamunannya.

Wajah Dee berusaha keras melihat ke arah suara. “Mas Frey..??”

Gadis cantik malem-malem kok di sini sendirian sih, nggak takut diculik wewe gombel kamu? Hahaha..”

“Nggak usah meledek deh”. Dee manyun.

Suasana malam itu memang cocok dengan suasana hati Dee. Rintik gerimis, tiupan angin yang cukup kencang seakan makin menusuk hati Dee yang sakit karena Rio. Frey mengambil posisi duduk di sebelah Dee. Dee, memang gadis unik, Frey telah mengenalnya semenjak mereka sama-sama masih duduk di bangku SD, usia yang terpaut sekitar lima tahun membuat Frey menganggap Dee sebagai adiknya sendiri.

“Kenapa sih kok manyun terus?” Frey membuka bicara lagi.

“Nggak apa-apa kok…..”

“Nggak mungkin kalo nggak apa-apa, hayo cerita sama Mas”

Dee melengos, berusaha mengatur napas yang semenjak tadi kacau tak karuan. Bahkan ini lebih parah dibandingkan kejadian sewaktu Dee mengejar copet yang berusaha mengambil tasnya. Tapi apa daya copet itu malah lari ketakutan setelah Dee mengeluarkan beberapa jurus Pencak Silat yang pernah dipelajarinya sewaktu SMA.

“Rio, mas…”

“Rio kenapa Dee? Rio sakit? Rio mau pindah keluar kota? Atauuuu…”

“Bukan………” Dee segera memotong pembicaraan.

“Terus?” Frey makin penasaran.

“Rio selingkuh sama cewek lain, huaaaaaa..” Dee menangis keras.

Spontan orang-orang disekitar menengok kearah mereka berdua. Sebagian ada yang mengrenyitkan dahi, sebagian lagi ada yang cekikian. Frey tampak kikuk, mukanya merah menahan malu. Tapi Frey berusaha menahan diri, ia tetap sabar menenangkan Dee. Bukannya tenang tangisan Dee malah makin menjadi.

“Kenapa sih mas? Aku kurang cantik? Aku kurang seksi? Emang cowok-cowok tuh nggak suka ya cewek tomboy kayak aku? Aku urakan ya mas?”

“Hhhmm..Dee, sebaiknya kita pulang dulu yuk, nggak enak disini diliatin orang, yuk?” Ajak Frey.

Akhirnya setelah beberapa kali membujuk, Frey berhasil membawa gadis unik itu pulang, dalam perjalanan pulang Dee menceritakan semua yang telah dialaminya. Tentang Rio yang seligkuh dengan teman Dee sewaktu kuliah, Siska. Bahkan seorang teman baik pun tak lagi bisa dipercaya.

***

Enam bulan berlalu, semenjak kejadian itu, Dee masih saja murung. Beberapa kali Rio sempat menghubunginya, sekedar ingin meminta maaf juga menjelaskan hubungan kedekatan Rio dengan Siska. Tapi tak sekalipun Dee menggubrisnya. Bagi Dee semua telah berakhir tanpa ada lagi yang perlu dijelaskan. Kejadian lalu yang ia tangkap dengan mata kepalanya sendiri, sudah cukup menjadi bukti bahwa mereka telah berselingkuh.

Sementara Frey yang biasanya selalu menemani Dee, belakangan ini agak disibukkan dengan persiapan acara pertunangan. Frey akan bertunangan dengan Nindy. Gadis keibuan yang telah setia menjalin kasih dengan Frey sejak tiga tahun yang lalu.

Mbak Nindy beruntung banget bisa dapetin Mas Frey yang sabar, setia dan pengertian, ahhh.. sementara aku ini? Udah pacaran enam tahun aja masih diselingkuhin. Bodoh kamu Dee!

***

Ada perasaan bersalah yang timbul dihati Frey, semenjak ia sibuk dengan persiapan pertunangannya dengan Nindy, Dee hanya sendiri, selalu murung tanpa semangat. Saat ini Frey sedang memikirkan rencana untuk Dee kedepannya.
               
Percakapan pada sebuah telepon :

“Hallo, iya Mas Frey ada apa?”

“Dee, aku tunggu ditempat biasa ya? Jam 4 sore, oke?”
Tutt..tuttt..tuttt..

“Hallo, mas? Hallo..??” -lho kok langsung ditutup sih telponnya?

Dee kebingungan, Frey tiba-tiba menelpon dan menyuruhnya untuk segera bertemu di Kafe Taman.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nostalgia pada Sebungkus Es Mambo

Kumpulan Fiksi Kilat (6 Kata)