Anuptaphobia #1


Lagi-lagi aku mengecewakan orangtuaku, gagal menikah. Ketakutanku untuk membangun rumahtangga tampaknya belum juga hilang, meski lelaki yang akan menikahiku juga bukan lelaki sembarangan. Bukan lelaki yang baru saja aku kenal.

Tiga kali. Dan semestinya kejadian memalukan seperti ini tak akan pernah terjadi lagi, takkan terulang untuk keempat kalinya. Belum juga menikah di usia 29 tahun membuat kedua orangtuaku begitu khawatir.


“Audy, apalagi sih yang kamu cari? Lelaki seperti apa yang kamu inginkan? Apa kamu mau, ketika kamu menikah nanti, kami berdua sudah tak ada?” Selalu, kata-kata itulah yang senantiasa mengganggu pikiranku. Aku hanya mampu terdiam.
Entah setan apa yang menaungi pikiranku, sehingga hari sakral yang begitu dinantikan oleh setiap pasangan calon mempelai, bubar jalan begitu saja, tanpa jejak, tanpa aku bisa jelaskan alasannya.

**

Bayanganku bergelinjang pada waktu lima belas tahun yang lalu, ketika kami masih duduk di bangku SMA. Ya, kami, aku dan Reza. Pada saat itu aku dan Reza mengikuti ekstrakurikuler yang sama. Kedekatan kami semakin intens ketika aku terpilih sebagai ketua dan Reza sebagai wakil ketuanya. Reza bagiku adalah partner yang pas, maka tak heran bila lama-kelamaan aku menganggapnya bukan hanya sekedar sahabat.

Selepas kuliah, aku memutuskan untuk mencari peruntunganku di Jakarta, sementara Reza melanjutkan kuliahnya di Bandung. Kami terpisah jarak, namun tidak dengan hatiku, setidaknya memang begitu yang aku rasakan. Tanpa berjumpa secara fisik pun, bayangannya selalu hadir pada setiap udara yang aku hembuskan, begitu dekat. Ah, Reza.. apa kabar kamu? Mengapa lagi-lagi bayanganmu yang hadir?

**

Besok pukul sembilan pagi, aku harus bersiap menemui klien. Hal biasa yang aku lakukan. Baiklah, siapkan saja sebagaimana seperti biasanya.

Keesokan harinya,

Aku mempersilahkan klien untuk masuk ke dalam ruanganku, kami berjabat tangan, dan.. Oohh wajahnya, senyumnya, benarkah itu kamu Reza?

“Audy..? Kamu Audy Paramitha?”

“Kamu? Reza? Rezaldi Jati Sastrowijoyo kan?”

Dalam hitungan detik, mulut kami terkunci, hanya mata yang tertangkap basah saling menatap. Mataku bahkan terasa menghangat.

Lalu pertemuan kami berlanjut. Reza mengajakku makan malam di sebuah Kafe. Kami berbicara satu sama lain, menceritakan segala yang pernah terlewat. Aku membiarkan semua mengalir begitu saja. Ini kan momen yang begitu aku nantikan? Reza kan yang bayangannya selalu hadir dan berkali-kali membuat dadaku sesak karena harus mengingatnya kembali?

“Audy, ada hal yang sepertinya kamu harus tahu..”

“Tentang apa Reza? Ceritakan saja.” Sungguh, mungkin baru kali ini jantungku berdetak tak karuan.

“Kita sudah saling mengenal semenjak kita masih duduk di bangku SMA kan?”
Aku mengangguk.

“Aku menyimpannya sedari dulu, hanya saja aku tak punya nyali untuk mengatakannya.”

“Maksudmu? Kamu bicara tentang apa?”

“Ini tentang perasaanku selama ini, kepadamu Audy.”

“Hah? Perasaan?”

“Mungkin ini terlalu lancang, tapi maukah kamu menikah denganku?”

“Reza maaf, tapi aku harus segera pulang.”

Aku beranjak meninggalkan Reza. Bodoh? Mungkin iya. Reza, orang yang selalu aku impikan kedatangannya, dan sekarang ia ada tepat di hadapanku, mengungkapkan segala perasaannya selama ini kepadaku, dan aku lantas pergi begitu saja? Oh Tuhan, aku tak sanggup lagi bila terus dihinggapi rasa takut ini.

**

*Anuptaphobia adalah ketakutan menikahi orang yang tidak tepat. Fobia ini menakuti sekitar 50% wanita di dunia.

Selanjutnya : Anuptaphobia* #2

Ilustrasi : Anuptaphobia #1
30 Desember 2014


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nostalgia pada Sebungkus Es Mambo

Kumpulan Fiksi Kilat (6 Kata)