Sekotak Hati untuk Dee – Part 3

13970483931991649895
Ilustrasi (koleksi.proposal-cinta.2012)

Ribuan tanda tanya membuncah dalam kepala Dee, ia seakan tak mampu lagi melayani satu persatu keinginan mereka. Dee dilanda kebimbangan, Arif orang yang baru dikenalnya juga bukan orang sembarangan, Arif berasal dari keluarga terpandang, ayahnya merupakan seorang pengusaha kuliner yang terkenal di salah satu kota besar di Jawa Tengah, selain itu Dee juga yakin Frey tak akan mungkin menjerumuskannya, dengan mengenalkan Dee pada orang yang salah, Dee yakin itu tidak mungkin. Sementara Rio, selama enam tahun Dee menjalin kasih, semua berjalan baik-baik saja. Dee yang notabene adalah seorang anak tunggal, memang butuh sosok dewasa seperti Rio, sama seperti Frey yang juga merupakan sosok laki-laki dewasa dan dapat dipercaya. Hingga akhirnya kejadian perselingkuhan Rio dengan Siska, yang membuat Dee tak percaya lagi dengan Rio.

Dee bimbang harus memilih Arif atau Rio, tapi juga tak bisa dipungkiri, bahwa hati Dee telah merujuk pada satu nama.


Hingga akhirnya hatinya harus memutuskan..

Terimakasih telah menyayangiku dengan segenap kekurangan dan kelebihanku, tapi hati tak bisa dipaksa untuk jatuh pada tempat yang tak diinginkan, karena aku telah memilih hati yang lain.. (pesan untuk Arif dan Rio)

Ah hati yang mana yang telah aku pilih? Aku tahu itu juga bukan pilihan yang tepat! Karena hati tersebut telah ada pemiliknya, ini gila Dee!

***

Frey tampak gelisah, karena hingga kini Nindy belum juga sampai di Jakarta. Perjalanan Bandung - Jakarta seharusnya tidak memakan waktu yang lama, hanya 3-4 jam, tapi entah mengapa hingga menjelang malam, Nindy juga belum memberikan kabar pada Frey.

Frey sibuk menghubungi keluarga, sahabat serta rekan kerja Nindy, tapi belum ada kepastian tentang Nindy. Hingga beberapa jam setelahnya, Frey mendapatkan kabar bahwa siang tadi Nindy mengalami kecelakaan tunggal, sempat dilarikan ke Rumah Sakit terdekat, namun nyawanya tak mampu tertolong lagi. Dee yang mendengar kabar tersebut ikut shock, dengan sigap Dee berusaha menopang tubuh Frey yang hampir kehilangan keseimbangan.

***

Frey seperti mayat hidup sepeninggal Nindy. Dee tahu persis, karena ia pun dulu sempat merasakan kehilangan orang yang begitu dicintainya. Bahkan mungkin ini lebih sakit. Nindy yang begitu baik tiba-tiba pergi persis sehari sebelum hari pertunangan mereka.

Sekuat tenaga Dee menghibur Frey, namun tampaknya kali ini usahanya masih nihil, sedikitpun tak ada senyum yang keluar dari wajah Frey. Sungguh ini kedua kalinya ia kehilangan laki-laki yang amat ia sayangi setelah dulu ia pernah kehilangan Rio. Ya, akhirnya Dee tak mampu membohongi dirinya lagi, bahwa ada perasaan yang lebih dari sekedar hubungan kakak-adik. Dee begitu menyayangi Frey, walau Frey tak pernah tau itu.

***


Setahun, setelah kepergian Nindy, Frey mulai menemukan hidupnya kembali. Ia mencoba untuk move on dari masa lalunya. Dee begitu gembira mendengar kabar baik tersebut. Namun rupanya Dee masih sungkan bila harus bertemu dengan Frey lagi.

Dan tiba-tiba…

“Dee, ketemuan yuk di tempat biasa ya?! Udah lama nih nggak ketemu Dee yang unyu-unyu, aku tunggu pukul tujuh malam.” ajak Frey.

Dee melompat kegirangan, ia seakan tak percaya bahwa pesan singkat yang baru ia terima adalah pesan dari seorang Frey, yang kabarnya saja sudah lama tak ia dengar.

Hahh..aku nggak salah liat? Mas Frey tiba-tiba ngajak aku jalan lagi setelah lama kita nggak ketemuan?

Dee mengiyakan ajakan Frey. Tiga jam lagi pukul tujuh. Ia bersiap, dan kemudian bergegas menuju Kafe Taman.

Sebentar lagi pukul tujuh, aku harus sampai disana sebelum pukul tujuh!

Kali ini Dee bukan lagi gadis tomboy, ia mencoba untuk tampil lebih girly. Dress bercorak batik dengan warna dominan tosca selutut, cardigan silver, legging hitam dan tidak lupa wedges yang juga berwarna silver, simple namun tetap anggun.

Semoga Mas Frey suka sama penampilanku yang sekarang, hihihi..

Setibanya di Kafe Taman, seorang pelayan menggiring Dee pada sebuah meja, entah dari mana pelayan itu tau jika Dee tengah berjanjian dengan Frey. Dengan sedikit kikuk, ia pun duduk. Disana ada sebuah kotak bertuliskan “open me, please..” Dengan rasa penasaran Dee membukanya, didalam kotak tersebut ada secarik kertas bertuliskan beberapa bait puisi.

(Backsound : Christina Perri - A Thousand Year)



Anindita Frista Lestari,

Mengenalmu bagai rinai hujan yang tuntaskan dahaga di tengah musim kemarau
Melihatmu tertawa aku lega bagai tawanan yang terlepas setelah sekian tahun terpasung
Masih ada satu ruang dihatiku yang masih belum terjamah hingga kini
Dan aku, memilihmu untuk singgah dan menetap pada tempat tersebut
Maukah Dee?

-Dimas Firyawan-

(Puisi lengkapnya : Sepucuk Surat untuk Dee)

Dee tak kuasa menahan lagi, air matanya terjun deras melalui bukit-bukit pipinya. Diujung matanya tampak seorang Frey membawa seikat bunga dan sebuah kotak kecil. Frey berjalan menuju Dee dengan senyuman yang teduh.

“Dee, maaf ya kalo aku buat kamu nangis. Dee rasanya aku sudah nggak perlu lagi mengenal kamu lebih jauh, kamu juga nggak perlu tanya sejak kapan rasa ini mulai muncul. Sekarang aku hanya ingin kamu mengisi kekosongan hati aku Dee, kamu bersedia?”


Frey membuka kotak kecil tersebut, disana ada sebuah cincin cantik. Dee mendadak bisu, bibirnya tak sedikitpun mampu mengucapkan kata-kata. Namun ada yang masih bisa Dee lakukan. Mengangguk.

 TAMAT


3-5 April 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nostalgia pada Sebungkus Es Mambo

Kumpulan Fiksi Kilat (6 Kata)