Sesaat Berlalu
Pernikahan kami menginjak bulan yang ke
delapan, namun entah mengapa hatiku sedikitpun belum tertuju padamu. Dari awal
aku sudah katakan, aku benci perjodohan ini, karena aku punya pilihan sendiri,
dan dia kini terkatung-katung karena cintanya–aku–telah pergi meninggalkannya.
Tak banyak hari yang kulewatkan bersamamu.
Sepulang kerja aku lebih memilih menghabiskan waktuku bersama teman-teman hingga
pulang larut malam, ketika kau sudah tertidur di meja makan, dengan berbagai
menu kesukaanku. Kamu, ya kamu yang tak pernah lelah mencurahkan cintamu
untukku, suamimu.
Pernah, ketika aku sakit, kau begitu sabar
merawatku dengan penuh cinta. Dan saat tengah malam aku terbangun, aku
menemukanmu tertidur di sampingku.
Hari-hari berikutnya aku mulai bisa melupakan
masa laluku, mencoba perlahan-lahan untuk membuka hati untukmu. Ya, rasanya aku
mulai mencintaimu. Kini, aku selalu pulang kantor tepat waktu demi bisa berdua
denganmu, dengan lahap menghabiskan semua masakanmu. Sementara kau tak hentinya
mengucapkan terima kasih dan mencium tanganku.
Hingga pada suatu hari aku merasakan rindu
yang begitu dahsyat, aku tengah berada di luar kota pada saat itu, dan bunyi
ponselku memecah lamunanku, “dari ibu”,
batinku.
“Le,
yang sabar, istrimu sudah menghadap Gusti Allah, mobilnya mengalami kecelakaan
tadi siang waktu ingin menjenguk Ibu.”
Isak tangis ibuku masih terdengar, namun
tiba-tiba semuanya gelap.
**
Le/Thole :
panggilan untuk anak lelaki (jawa)
Minggu pertama (terinspirasi oleh puisi)
Oleh : BJ HABIBIE
sebenarnya
ini bukan tentang kematianmu
bukan
tentang itu
karena aku
tahu bahwa semua yang ada
pasti tiada
pada akhirnya
dan kematian
adalah suatu yang pasti
dan kini
adalah giliranmu untuk pergi
aku sangat
tahu itu
tapi yang
membuatku tersentak sedemikian hebat
adalah
kenyataan bahwa kematian
dapat
memutuskan dalam diri seseorang
sekejap saja
lalu rasanya
mampu
membuatku
menjadi nelangsa setengah mati
hatiku
seperti tak ditempatnya
dan tubuhku
serasa kosong melompong
hilang isi
kau tahu
sayang ..
rasanya
seperti angin
yang tiba
tiba berganti kemarau gersang
ada air mata
yang jatuh kali ini
aku selipkan
salam perpisahan panjang
pada
kesetiaan yang kau ukir
pada
kenangan pahit manis selama kau ada
aku bukan
hendak mengeluh
tapi rasanya
terlalu sebentar kau disisiku
mereka
mengira
akulah
kekasih yang baik bagimu sayang
tanpa mereka
sadari ..
bahwa kaulah
yang
menjadikanku kekasih yang baik
mana mungkin
aku setia
padahal
kecenderunganku adalah mendua
tapi kau
ajarkan aku kesetiaan hingga aku setia
kau ajarkan
aku arti cinta
sehingga aku
mampu mencintai seperti ini
selamat
jalan
kau dariNYA
dan kembali padaNYA
kau dulu
tiada untukku
dan sekarang
kembali tiada
selamat
jalan sayang
cahaya
mataku
penyejuk
jiwaku
selamat
jalan
calon
bidadari surgaku
Pertama kali dipublikasikan di Kompasiana
Mengharukan, cinta tulus seorang isteri akan selalu terkenang.
BalasHapusWalau sudah beda dunia ya Bu :)
Hapus