Tegar


Namanya Tegar, usianya sepuluh tahun. Ia anak tunggal, hidup bersama kedua orang tua yang begitu menyayanginya. Walau hidup sederhana tapi mereka begitu bahagia. Sayangnya, keadaan seperti itu tak berlangsung lama.

**
Ayahnya berubah semenjak jabatannya naik, uang membutakan mata nuraninya. Setiap hari ayah Tegar pulang malam – dalam keadaan mabuk. Uang dihabiskan untuk berfoya-foya, tanpa pernah ingat anak istrinya belum diberikan nafkah, menahan lapar hingga malam tiba.

Dari hari ke hari, perangainya makin buruk saja. Uang belanja tak ada, tapi makanan tetap wajib tersaji di meja makan, tanpa mau tahu dari mana asal uang belanja tersebut. Ibunda Tegar terpaksa harus berhutang ke warung. Bila terlambat menyeduhkan teh hangat, ayah Tegar akan memaki habis-habisan, mengeluarkan sumpah serapah, berteriak seperti kesetanan, lalu keluar menggoda wanita-wanita lain.

“Bunda menangis?” Tegar bertanya kepada bundanya yang sedang duduk di sudut kamar.

“Tidak, bunda hanya kelelahan.”

“Kata bunda, kita harus tegar? Seperti namaku kan?”

Bundanya hanya mengangguk tersenyum, mengelus kepala Tegar.

**
Suatu hari, Tegar diajak ke sebuah toko oleh bundanya, nama toko tersebut adalah Toko Bahagia. Entah apa yang akan dilakukan bundanya di sana. Tegar melihat begitu banyak barang yang berwarna-warni. Lolipop, permen, biskuit, kue, semuanya berwarna-warni, Tegar suka itu, Tegar suka melihatnya. Hingga akhirnya, bundanya membawa satu kantong plastik yang berisi pil berwarna-warni.

“Bunda, itu apa?”

“Ini pil bahagia, Tegar.”

Tegar mengangguk, walaupun sebenarnya ia tak mengerti apa yang dikatakan bundanya.

Pil bahagia? Apa setiap manusia harus meminumnya agar dapat bahagia? Memang kenapa bila tak meminum pil tersebut? Berbagai macam pertanyaan berkecamuk di dalam hati Tegar, namun ia tidak berani menanyakan hal tersebut kepada bundanya.

**
Bila malam tiba, Tegar selalu melihat bundanya meminum pil tersebut – pil bahagia, satu pil untuk satu malam, begitu seterusnya. Semenjak itu pula bundanya selalu tersenyum, walau sang ayah pulang larut malam dengan keadaan mabuk, dengan ditemani wanita lain – yang entah siapa Tegar tak tahu. Walau sang ayah tak pernah lagi memberikan nafkah, mencaci maki bila tak ada makanan di meja makan, ataupun bila bunda terlambat menyuguhkan teh hangat untuk ayahnya.

“Dasar kau istri sialan, kau juga anak tak berguna!” Teriak ayah Tegar dengan raut wajah yang menyeramkan.

Belakangan ini, ayah Tegar mulai bertindak kasar, seringkali Tegar melihat ayah sedang menampar, memukul bundanya hingga tersungkur. Tegar takut, ia hanya terdiam, ia hanya menangis, tapi tidak dengan bundanya yang tak pernah lagi menangis, bundanya selalu tersenyum walau lebam telah menyiksa tubuh dan batinnya.

Esoknya, ada yang tak biasa. Tegar melihat bundanya meminum tiga pil sekaligus.

“Kenapa bunda minum tiga pil? Kemarin hanya minum satu pil?”. Tanya Tegar antusias, ia tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.

“Tidak apa Tegar. Jangan kau pikirkan, ayo lekas tidur, Nak.”

**
Mentari bersinar malu-malu, para embun masih tertidur di atas daun, burung-burung berkicau merdu. Ada bau yang begitu harum di kamar Tegar. Ia mencoba membangunkan bundanya yang terlihat masih pulas memeluknya, sekali, dua kali, tiga kali tak juga ada jawaban. Wajah bundanya pucat, nafasnya telah menghilang. Tegar memeluk bundanya sambil menangis. Pada wajah bundanya, ia melihat surga, melihat bundanya tengah melambaikan tangan dan berkata “bunda sekarang sudah bahagia, Tegar.”

Wangi harum tadi, wangi surgakah?


Namaku Tegar, usiaku sepuluh tahun. Kini aku seorang diri. Aku pergi dari rumah ketika bunda pergi meninggalkanku, ketika bunda telah memilih bahagianya sendiri, ketika ayah pergi dengan wanita-wanita yang tak pernah aku kenal. Kata bunda, aku harus Tegar, seperti namaku. Aku berjanji, aku akan mencari bahagiaku sendiri, tanpa harus meminum pil milik bunda, pil yang mengantarkan bunda pada kebahagiaan sejati.

11 Maret 2015

Komentar

  1. Speechless, sayang banget sang ibu ninggalin Tegar seorang diri...

    BalasHapus
  2. baahhhh -_- ....
    gak terima ane!
    oke! harus dibalas nih, dah bikin merinding disko
    hiks...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Om Ando, wkwkwkwk ayo om, ditunggu "balasan" cerpennyah :P
      yang bikin sesegukan lho ya :D

      Hapus
  3. Balasan
    1. yang selalu MANSTAF pasti Pak Edy Priyatna, makasih ya pak :D

      Hapus
  4. Sedih dengan si tegar... Mudah2an nasibnya sesuai namanya...

    BalasHapus
  5. Duh... pagi-pagi udah dibikin speechless... Hks! :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tante Lis, salah sendiri bacanya pagi *kabuorrrrr sambil angkat rok* *ngeri dilempar konde* wkwkwkw :D

      Hapus
  6. Balasan
    1. Bu Fabina, huum bu, tapi walau begitu, dia tetap tegar kok :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nostalgia pada Sebungkus Es Mambo

Kumpulan Fiksi Kilat (6 Kata)