Seporsi Tahu Gejrot Ketika Hujan Datang


Sore itu Jakarta diguyur hujan. Semua berlarian mencari tempat berteduh. Menunggu. Belasan menit terlewati, semua kembali seperti sedia kala. Seperti penjual tahu gejrot yang kembali meracik dagangannya dengan sepenuh hati. “Ah, rupanya rezeki masih berpihak padaku,” batinnya, ketika beberapa pembeli datang mengantri.

Jali, sang penjual tahu gejrot itu, mengambil beberapa siung bawang merah, bawang putih, cabe hijau, gula merah, sedikit taburan gula pasir serta garam, mengulek, lalu menambahkan air secukupnya. Memotong tahu sumedang menjadi beberapa bagian kemudian mengaduk dan memindahkannya pada wadah yang telah disediakan. Jadilah seporsi tahu gejrot ala Jali.

Beberapa menit sebelumnya..

“Bang, titip dagangan ya? Ane mau sholat dulu, udah mendung, keburu ujan,” ucap Jali pada penjual kerak telor yang berada di sebelah lapaknya.

“Ntar aja sholatnya, mau magrib gini biasanya pembeli bakal antri, kalo situ sholat sekarang, yang ada pembeli pada kabur.”

“Nggak apa-apa, Bang. Nggak usah takut. Rezeki nggak bakal lari.”

Jali tetap melangkahkan kakinya menuju masjid terdekat, tak ada sedikitpun ragu dalam dirinya, karena ia yakin akan janji Allah, bagi orang-orang yang bertakwa.

“Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya. Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (At-Talaq: 2-3)

Dan sore itu, Allah benar-benar menepati janjinya.


ilustrasi (penjual tahu gejrot) adalah milik penulis 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nostalgia pada Sebungkus Es Mambo

Kumpulan Fiksi Kilat (6 Kata)