[Cerpen] Robusta Terakhir
“Ini untukmu, robusta
favoritmu,” aku menyodorkan beberapa kemasan kopi robusta favoritmu. Aku baru
saja pulang dari Temanggung setelah beberapa hari ada pekerjaan dan menginap di
sana. Temanggung memang dikenal sebagai salah satu produsen kopi terbesar di
Jawa Tengah. Dan robustanya terkenal dengan aroma yang lebih harum dibandingkan
dengan robusta yang berasal dari daerah lainnya, cita rasa kopi ini tak akan
ditemukan pada cita rasa kopi di daerah lainnya.
“Ini favorit kitaaaaa!” ucapmu
setengah berteriak.
Kamu mulai bergegas ke
pantry, mengambil dua buah cangkir kemudian meracik robusta tersebut untuk
kita.
“Secangkir robusta untukku,
dan secangkir lagi untukmu,” kamu meletakkan secangkir kopi itu persis di
depanku. “Oh iya, secangkir kopi yang ini telah aku tambahkan dengan beberapa
sendok cinta,” lanjutmu.
“Jadi secangkir kopi yang
akan aku minum terdiri dari 50% robusta asli, dan 50% rayuan gombal?” ucapku,
menerka-nerka.
“Kamu salah.”
“Lalu? Yang benar apa?”
“Robustanya hanya terdiri
dari 10% saja, sementara 90% sisanya adalah perasaan cintaku yang tak
terbantahkan.”
“Okay, and you are the winner,” ucapku sambil menciumi aroma robusta
yang begitu harum.
Kami berdua memang memiliki
hobi yang sama, sama-sama mencintai kopi. Dan karena kopi pula-lah kami berdua dipertemukan.
Aku berkenalan dengannya pada acara Kontes Kopi Jakarta yang membawanya menjadi
juara ke-dua tingkat Nasional.
Pada saat itu mataku tak
henti menatap keahlian tangannya dalam meracik kopi, atraksi demi atraksi ia
tampilkan, dan pada saat itu pula aku merasakan ada getaran yang berbeda. Jatuh
cinta pada pandangan pertama? Mengapa tidak.
Meraih juara dua tingkat
nasional membuat kedai kopinya tak pernah sepi terhadap pembeli. Racikan kopinya semakin dikenal dan semakin
memikat banyak pecinta kopi di Jakarta. Dan aku harus paham betul dengan
kesibukannya itu. Waktunya tak banyak untukku, jika aku mau, akulah yang harus
mengunjunginya. Sementara jika weekend
telah tiba, kami lebih senang menghabiskan waktu untuk bekerja bersama, di mana
lagi bila bukan di kedai kopi miliknya.
***
Ada yang berubah dari
sikapnya beberapa minggu belakangan ini. Dingin. Bahkan dinginnya melebihi suhu
udara malam ini yang diterpa hujan dan angin yang cukup kencang.
“Aku mohon maaf.”
“Maaf untuk apa?” jawabmu
dengan wajah yang datar, sementara tanganmu sibuk meracik kopi beberapa
pengunjung yang datang.
“Jika ada hal-hal yang
membuatmu terluka.”
Kamu menggeleng, tersenyum,
namun bukan senyummu seperti yang dulu. Setidaknya begitu yang aku rasakan.
“Kopi buatanmu tak lagi
senikmat dulu,” tambahku.
“Maaf, karena justru aku
yang membuatmu terluka.”
“Maksudmu?” kali ini aku
yang berganti bertanya.
“Aku tak lagi mencintai
robusta seperti dulu, begitupun aku yang tak bisa mencintaimu lagi seperti dulu.”
“Apa salahku?”
“Kamu tak salah. Hanya saja
aku telah melabuhkan hatiku pada hati yang lain, dia tengah menungguku di
sana,” tanganmu menunjuk seorang wanita berparas cantik yang tengah duduk di
sudut kedai. “Namanya Lani,” ucapmu lagi.
Aku tak memedulikan
ucapannya barusan. Persetan dengan semua itu. Yang aku tahu secangkir robusta
terakhir yang ia buatkan untukku kini telah mendingin, secangkir robusta yang
sempat aku sesap, kini telah berubah menjadi secangkir air mata penuh luka.
***
November 2018 - @poetri_apriani
Cerpen ini diikutsertakan dalam Event Fiksi Luka
AJO_QQ poker
BalasHapuskami dari agen poker terpercaya dan terbaik di tahun ini
Deposit dan Withdraw hanya 15.000 anda sudah dapat bermain
di sini kami menyediakan 9 permainan dalam 1 aplikasi
- play aduQ
- bandar poker
- play bandarQ
- capsa sunsun
- play domino
- play poker
- sakong
-bandar 66
-perang baccarat (new game )
Dapatkan Berbagai Bonus Menarik..!!
PROMO MENARIK
di sini tempat nya Player Vs Player ( 100% No Robot) Anda Menang berapapun Kami
Bayar tanpa Maksimal Withdraw dan Tidak ada batas maksimal
withdraw dalam 1 hari.Bisa bermain di Android dan IOS,Sistem pembagian Kartu
menggunakan teknologi yang mutakhir dengan sistem Random
Permanent (acak) |
Whatshapp : +855969190856