Jodoh Tak Ke Mana, Sayang
Memang
benar, bahwa tak ada yang sia-sia dari sebuah penantian. Semua akan tiba pada
saatnya, pada saat terbaik menurut Tuhan.
“Cantiknya,” puji
orang-orang yang melihatnya. Riasan natural
ditambah dengan perpaduan warna hijab merah muda dan ungu yang melingkar di
kepalanya membuat Rani tampil tak biasa hari ini. Hari ini adalah hari
bahagianya, telah bertahun-tahun ia lewati dalam penantian juga doa. Dan ternyata
Tuhan punya cara sendiri dalam mengabulkan harapnya selama ini.
Usia Rani telah
menginjak setengah abad, dan lelaki yang mengucap ijab kabul di sampingnya itu adalah
lelaki yang usianya terpaut dua puluh tahun lebih muda darinya. Lelaki gagah
itu bernama Bagas.
Ingatan Rani berbalik
pada beberapa bulan yang lalu, ketika sang lelaki meminta Rani untuk jadi
pendamping hidupnya.
“Aku ingin melamarmu,
Ran,” ucap Bagas yakin.
Rani nampak terkejut,
“Apa kamu yakin, Bagas? Kamu tahu keadaanku seperti ini.”
“Ada yang salah
dengan keadaanmu? Jika kamu tak percaya, aku akan menemui Kangmasmu sekarang
juga.”
“Jangan, bagaimana
jika aku yang mendatangi rumahmu terlebih dahulu? Aku ingin bertemu dengan
orangtuamu.”
“Baik,” sang lelaki
menyetujui.
Pertemuan singkat
setahun yang lalu, chat yang juga tak
intens bahkan sempat hilang kontak, membuat Rani seperti meragu menerima
ketulusan dari seorang Bagas. Bukan apa-apa, Rani hanya tak ingin tersakiti,
tak ingin kecewa lagi dan lagi seperti yang sudah-sudah.
Degupan jantung Rani
terasa semakin tak tentu arah. Dalam hatinya masih saja terlintas, “Apakah ini nyata? Atau jangan-jangan aku
hanya bermimpi?”
Hanya butuh waktu
sekitar dua puluh menit menuju ke kediaman sang lelaki. Rani kemudian bertemu
dengan sepasang suami istri yang usianya terlihat tak jauh dari dirinya, Rani
hanya menerka-nerka. Awalnya Rani begitu canggung bagaimana harus memulai dan
‘mengambil hati’ calon mertuanya itu. Hingga tanpa sadar, cerita dari
keempatnya mengalir begitu saja.
“Bu, izinkan saya
untuk melamar Rani,” tanpa menunggu basa-basi lebih lama lagi, tanpa pernah Rani
pikirkan sebelumnya, lelaki yang duduk di sebelahnya itu mengungkapkan
keseriusannya. “Ibu setuju tidak, jika saya menikahi Rani?”
Rani terperanjat. “Kamu
benar-benar yakin dengan saya? Saya tak mau kecewa, jadi lebih baik kamu cari
perempuan yang lain saja,” ucap Rani memotong pembicaraan. Rani menghela napas
dalam-dalam. Usianya tidak lagi muda, tentunya pernikahan adalah sesuatu yang
sakral baginya, bukan hal yang main-main.
Sang Ibu kemudian
mengusap kepala Rani, “Saya serahkan semuanya kepada anak saya, kalau dia
inginnya menikah dengan kamu, Nduk, insha Allah saya ridho.”
Rani tertunduk. Degup
jantungnya seakan berlarian ke luar dari tubuhnya.
“Saya tidak mau cari
perempuan yang lain, cukup Rani saja,” ucap Bagas, diikuti dengan anggukan
kepala sang Ayah, tanda menyetujui pernyataan anak pertamanya itu.
Jodoh memang tak
pernah bisa diterka. Usia sang Ibu nyatanya hanya terpaut satu tahun lebih muda
dari Rani. Dan yang lebih mengejutkan ternyata sang Ibu merupakan salah satu murid
dari kakak Rani yang dulu berprofesi sebagai tenaga pendidik, kakaknya yang juga
menjadi wali nikah Rani ketika dipersunting Bagas.
**
Tanpa dekorasi apapun
hanya kursi dan meja yang tertata rapi, suguhan yang sederhana, dan hanya
dihadiri oleh keluarga serta kerabat, nyatanya tak sedikitpun mengurangi
kesakralan pernikahan sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta itu, akad
nikah mereka tetap berjalan dengan khidmat. Ucapan syukur, haru dan senyum
bahagia tampak turut mewarnai hari bahagia yang telah lama Rani nantikan. Pemandangan
alam pun tampak jadi pelaminan paling indah yang Tuhan berikan kepada mereka.
“Kamu bahagia, Ran?”
tanya Bagas berbisik pada wanita yang kini telah sah menjadi istrinya.
Rani tak mampu
berucap, hanya matanya yang berkaca-kaca yang jadi saksi. Dalam hatinya ia
berteriak lantang, aku bahagia, ya aku
sangat amat bahagia!
----------------------------------------------
*) Terinspirasi dari
kisah nyata Bulik (Tante) saya sendiri yang menikah pada tanggal 15 Januari
2018 di Klaten, Jawa Tengah. Bulik pernah membantu (almh) Ibu untuk mengurus
saya dari TK hingga SMP. Maturnuwun Bulik, selamat menempuh hidup baru, semoga
bahagia dengan pilihan hidupmu *pelukcium
Kedua mempelai |
Pemandangan alam, pelaminan paling indah |
Sumber Ilustrasi (1) , (2) dan (3) dokumentasi pribadi
Memang betul ya, kalau jodoh tak lari kemana :)
BalasHapusKisah inspiratif
Benull :))
HapusKapan nyusuuuul
BalasHapusBesok :))
HapusJodoh emang nggak lari kemana semoga menjadi keluarga yang samawa
BalasHapusAamiin yra, makasih Kak :)
Hapus