Untaian Mimpi Zee


Semalam aku bertemu ibu, sudah sekitar dua minggu ibu tak mengunjungiku. Semalam kami naik kapal laut bersama. “Kita naik kapal laut, bu?” Ujarku. Aku begitu senang, sampai sedewasa ini, sekalipun aku belum pernah naik kapal laut.

“Kita mau ke mana, bu?”

“Kita tak akan ke mana-mana, hanya menumpang sebentar. Kapal ini akan menjemput kapal itu.” Telunjuk ibu mengarah ke sebuah kapal yang lebih besar.

Aku mengangguk tanpa mampu menutupi wajahku yang kegirangan. Ah, aku ini seperti anak kecil yang baru saja diberikan lollipop atau boneka beruang, senangnya bukan main.

Angin bertiup sepoi-sepoi, kerlap-kerlip  lampu seakan memanjakan mata, aku menggenggam tangan ibu, ibu hanya tersenyum melihat tingkahku. Menit ke dua puluh, kami sudah berada di darat kembali. Kami melewati beberapa kios yang tak terlalu ramai, sepertinya kami lupa belum makan malam.

***

“Hei lihat, itu Kak Zee!” Teriak seorang perempuan kepada kawannya. Tangannya melambai ke arahku. Aku mengrenyitkan keningku, tersenyum, lalu kembali berjalan bersama ibu.

“Kak Zee, aku terharu melihat kisahmu di televisi, kemarin!” Teriak seorang perempuan lainnya begitu antusias.

“Kisahku?” Tanyaku kebingungan.

“Iya, ini lihat.” Perempuan itu menunjukkan sebuah video kepadaku. Rupanya ia menyimpan video tayangan talk show kemarin, dan bintang tamu dalam talk show tersebut adalah kami! Ya, aku dan ibuku!

Ah, benarkah? Aku diundang dalam sebuah acara talk show? Membagikan kisah inspiratif kepada ribuan bahkan jutaan penonton? Tapi, mengapa sedikitpun aku tak mengingatnya?

“Aku bangga dengan Zee.” Ungkap ibuku sambil tersenyum kepada perempuan tersebut, sementara tangannya mengusap-usap kepalaku dengan lembut.

“Benarkah ibu bangga padaku?” Tanyaku keheranan.

Ibu tak menjawab, hanya menganggukan kepala dan lagi-lagi sambil tersenyum. Ah senyum yang selalu kurindukan.

“Boleh aku minta tanda tangan Kak Zee?” Ujar perempuan tadi sambil menyodorkan sebuah buku. Buku bersampul biru itu mencantumkan namaku sebagai penulisnya.

Aku seorang penulis terkenal?

Aku mengangguk, tak perlu berpikir lama, aku membubuhkan tanda tanganku pada buku tersebut. Dan tanpa aku sadari, semakin banyak orang yang berkerumun di sekitarku. Lalu, ke mana ibuku?

“Ibu.. Ibuku mana?” Aku berteriak di tengah kerumunan, bahkan tanpa mengindahkan orang-orang yang berada di sekitarku.

Dan suasana mendadak hening.

**

Aku terbangun, mengusap beberapa bulir keringat yang mengalir di wajahku. Jam menunjukkan pukul tujuh pagi. Sinar mentari perlahan masuk ke celah-celah kamarku.

Aku hanya bermimpi? Ibu.. tak apa walau kau datang hanya lewat mimpi, aku sudah cukup bahagia. Lalu, akankah benar kau bangga padaku bu? Jawablah pada mimpi berikutnya, aku menantimu. Semoga kau bahagia di surga..

*

Untaian mimpi

Kan kupeluk erat pasti
Kubungkus dengan sangat amat rapi
Dan kujaga hingga saat nanti
Hingga terpatri di hati

Ibuku, wahai sang bidadari
Kan kutepati janji ini
Semoga kelak suatu hari nantI
Kubawakan kau pelangi

Melayang ke langit tinggi
Menari bersama dalam imaji

Karena semua ini berawal dari mimpi
Yang kemudian menjadi sebuah kisah sejati

Sumber Ilustrasi : Untaian Mimpi Zee

Komentar

  1. Nggak tau mo komen apa, Mbak. Kisah yang manis, rada sedih, sekaligus misteri...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mas Ryan, nggak usah bingung, lha itu udah komen kok, hhehe :D

      Hapus
  2. Balasan
    1. Bu Fabina, makasih ya.. Maaf bu belum sempet komen di lapak ibu, kemarin udah coba tapi kok susah ya?

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nostalgia pada Sebungkus Es Mambo

Kumpulan Fiksi Kilat (6 Kata)