Lelaki yang Mencintaimu dari Kejauhan


Mengapa kau tuduh aku sebagai pencuri, sementara aku hanya merindumu setiap malam, hanya mampu mengajakmu menyusuri mimpi-mimpiku?

Malam itu, seperti biasa aku meletakkan segala penatku di atas meja, tidur malam ini aku tak ingin membawanya lagi ke dalam mimpi, aku terlalu lelah berteman dengan penat. Tapi ada satu yang tak pernah aku tinggalkan, yang selalu aku bawa dalam mimpi-mimpiku, yaitu kamu, lebih tepatnya bayanganmu.

Keesokan paginya aku bertemu denganmu. Kamu masih setia dengan warna kesukaanmu - merah jambu, seperti warna bibirmu. Rambutmu yang hitam tergerai membuat kamu semakin dipuja-puja banyak lelaki, bahkan hanya dengan satu tatapan saja. Itu hal lumrah bagi wanita secantik kamu.

Sementara aku terbiasa jadi bayanganmu, aku, lelaki yang selalu berada di sampingmu namun tak kau anggap ada. Tak apa, sudah jadi makananku sehari-hari.

Puisi demi puisi aku lahirkan atas benih yang kau tanam, benih rasa yang timbul karena melihatmu, benih cinta yang muncul karena seringnya aku bersamamu - tanpa kamu sadari. Berlembar-lembar puisi tak berjudul sengaja aku kirimkan secara diam-diam kepadamu. Berharap semoga kamu mau membacanya kemudian menyadari bahwa akulah lelaki yang tepat untukmu.

Hari ini merupakan puisi ke lima ratus tujuh yang aku kirimkan untukmu, puisi tak berjudul, karena intinya adalah sama "aku cinta kamu" walau setiap kata yang kutorehkan berbeda tentunya.

Aku tengah memandang langit yang mulai memerah, ketika kedua tanganku tiba-tiba saja diborgol. Sebuah pena dan selembar kertas ikut jatuh akibat goncangan tubuhku yang meronta. "Jelaskan apa salahku!" Bentakku kepada kedua pria berseragam cokelat itu. Mereka tak menjawab, hanya berusaha menjalankan tugasnya dengan baik.

Sesampainya di kantor polisi, aku terkejut, ada kamu di sana. Kamu bilang aku jahat. Aku pikir kamu mengatakan itu karena kamu sedang terkena demam AADC 2 tapi nyatanya bukan. Kamu bilang aku telah melakukan tindakan pencurian, mencuri hatimu lebih tepatnya. Ya, akhirnya aku mengakui semuanya di hadapanmu. Kamu menangis, kamu bilang kita tak bisa seperti dulu lagi. 

"Kenapa?" Tanyaku dengan rasa penasaran.

"Karena sekarang, alam kita sudah berbeda."

Aku lunglai dalam hitungan sepersekian detik. Ya, aku lupa bahwa aku telah mati.


Ilustrasi Gambar : Hati
Cerita ini merupakan pengembangan dari fiksimini, milik saya sendiri.

Foto dan edit adalah milik penulis

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nostalgia pada Sebungkus Es Mambo

Kumpulan Fiksi Kilat (6 Kata)