[Cerpen] Pilu di Palu


Guncangan. Masih begitu terasa, di tubuh mungilnya, tentu juga pada hatinya.

"Kak, Ayah sama Bunda di mana?"

Aldi menggeleng. Pertanyaan yang sama terus mengalir dari bibir Kirana, adiknya. Kadang pertanyaan lain juga muncul.

"Kak, kita makan apa? Aku lapar."

Dua kakak beradik itu kini tengah berada di tenda pengungsian. Bantuan demi bantuan semakin banyak berdatangan, mulai dari bantuan bahan makanan, pakaian, obat-obatan serta bantuan berbentuk moril. Ada juga bantuan yg tak terlihat, namun tulus diberikan, doa.

Gempa berkekuatan 7.7 SR beberapa waktu lalu rupanya membuat kakak-beradik tersebut kehilangan kedua malaikat tak bersayap mereka, hingga kini Ayah dan Bunda mereka belum juga ditemukan. Sementara Tim SAR seakan tak pernah lelah untuk terus mencari dan mengevakuasi korban. Keduanya berhasil ditemukan di saluran air. Aldi mengalami luka di bagian pelipis, kaki dan tangan. Sementara si kecil Kirana mengalami luka kecil di bagian kepala.

"Kak, aku kangen sama Ayah Bunda." Aldi mengangguk, kemudian meraih kepala adiknya, ia mendekap dengan penuh kehangatan, matanya kosong, jiwanya terbentur. 

Usianya baru terhitung tujuh tahun, sementara adik perempuan satu-satunya itu baru menginjak usia ke empat.

Butiran hangat menetes dari sepasang mata indah gadis berambut panjang itu. "Kamu jangan nangis, ada Kakak di sini. Doain Ayah Bunda ya." Ucap Aldi sambil mengusap air mata adiknya, sementara ia menahan sekuat tenaga agar air matanya tak jatuh.

Dalam hatinya ia menjerit. Ayah Bunda, kalian di mana? Aldi kangen.

**
Juga dipublikasikan di Kompasiana
Oktober 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nostalgia pada Sebungkus Es Mambo

Kumpulan Fiksi Kilat (6 Kata)