Menunggu Giliran



Minggu pagi, di sebuah taman, sekitar komplek. Tampak orang berlalu lalang. Ada yang sekadar berjalan santai, bersepeda, jalan cepat, lari di tempat, hingga lari mengitari lapangan. Untung saja bukan lari dari kenyataan.

Empat laki-laki yang usianya tidak muda lagi tampak tengah serius pada langkah kakinya masing-masing. Sebagian dari mereka berjalan cepat sambil mengatur napas. Sebagian lagi mencoba berlari kecil dengan napas yang terengah-engah. Usia bagi mereka bukanlah alasan untuk malas berolahraga. Jika ditaksir, sepertinya usia mereka sudah lebih dari setengah abad.

“Sudah lama saya nggak lihat Pak Jaya, ke mana ya? Kok sudah nggak pernah olahraga lagi,” Pak Danu membuka suara.

Pak Ronald tampak sejenak berpikir, kemudian ikut buka suara. “Lho Pak Danu nggak tau? Pak Jaya sudah seminggu masuk RS, karena stroke.”

“Lha sampeyan dapat kabar dari mana, Pak?” Pak Hendro menimpali.

“Kebetulan kemarin saya sama Pak Hamid habis jenguk beliau,” jawab Pak Ronald yang diikuti dengan anggukan Pak Hamid.

Pak Danu mengusap keringat yang sedari tadi menetes di dahinya. “Nggak nyangka saya, padahal yang saya tau, Pak Jaya hidupnya sehat sekali. Beliau rutin olahraga, banyak makan sayur dan buah, bahkan nggak pernah merokok seumur hidupnya.”

“Ya begitulah Pak, usia Allah yang tentukan,” jawab Pak Hamid, singkat.

**
Minggu pagi, di sebuah taman sekitar komplek. Tampak orang berlalu lalang. Ada yang sekadar berjalan santai, bersepeda, jalan cepat, lari di tempat, hingga lari mengitari lapangan. Tak tampak seperti biasanya, empat laki-laki yang biasa berolahraga bersama. Kini hanya tersisa dua orang. Pak Hamid dan Pak Ronald.

“Saya bersyukur sekali Pak, di umur yang sudah setua ini, masih diberikan kesempatan hidup, bahkan kesehatan oleh Tuhan, ini bonus bagi saya,” ucap Pak Ronald dengan penuh semangat.

“Betul, Pak, sekarang tinggal kita berdua ya,” Pak Hamid menganggukan kepala, kemudian ia tampak melanjutkan ceritanya, “Pak Jaya akhirnya menyerah dengan penyakit strokenya, Pak Hendro tiba-tiba terkena penyakit jantung.”

“Kalau Pak Hendro, saya nggak kaget, karena saya tau beliau pada masa mudanya seperti apa, sering mabuk-mabukan kan?” ujar Pak Ronald.

“Nggak lama berselang, Pak Danu juga dipanggil.”

“Yang jatuh di kamar mandi itu?”

“Iya,” ucap Pak Hamid sambil memperlambat langkahnya.

“Semua sudah ada gilirannya ya Pak.”

“Lalu besok giliran siapa ya, Pak?”

Keduanya termenung, lalu mengambil cabang jalan yang berbeda. Entah apa yang ada di benak mereka berdua. Namun tampaknya, mereka sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi ke depannya. Manusia memang wajib berusaha, namun perihal hasil tetap Tuhan yang akan menentukan.


@poetri_apriani
Sumber foto : dokumentasi pribadi

Komentar

  1. Artikel ini memberi saya pengalaman baru terima kasih, kunjungi juga situs web saya jika Anda ingin tahu lebih banyak http://www.royalkasino88.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih Kak, sudah mampir. Tapi maaf saya nggak main judi, jadi nggak mau tau lebih banyak :P

      Hapus
  2. Balasan
    1. Iya betul Kak, apapun bisa terjadi sesuai dng kehendak Allah :)

      Hapus
    2. Semoga kita di jauhi dari stroke. Aminn

      Hapus
  3. Mari kita menjaga kesehatan. Oh ya apakah artikel ini kisah nyata?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nostalgia pada Sebungkus Es Mambo

Kumpulan Fiksi Kilat (6 Kata)