Peternak Puisi
Setiap harinya, ia bangun sebelum ayam
berlomba untuk berkokok. Bergegas mandi kemudian bersiap menuju pasar. Di pasar
yang jaraknya sekitar satu kilometer dari rumah, ia berbelanja banyak kata yang
nantinya ia rangkai menjadi sebuah kalimat, kemudian baris, dan menjadi bait-bait
yang indah. Ia menamakan benda tersebut dengan puisi.
Bila hujan turun begitu deras, tak sedikitpun
ia berniat untuk menghentikan langkah kakinya. Ia tetap berjalan, mencoba
berdamai dengan hujan dan angin yang berusaha mengganggunya. Terkadang ia tak
malu bila harus memungut kata-kata yang berserak di tanah becek, baginya tak
masalah, asalkan halal, karena ia tak mau bila anak istrinya memakan uang hasil
keringatnya yang tak halal. Tetangga-tetangganya banyak yang memesan
puisi-puisi yang baru beberapa minggu menetas. Puisi-puisi yang ia rawat dengan
sepenuh hati. Puisi-puisi yang melahirkan larik-larik indah, penenang hati
sebelum ia menjemput mimpi, penenang hati sebelum ajalnya datang menghampiri.
sumber ilustrasi (dokpri)
Puisi yang diternak seperti ini bisa jadi bahan kuliner juga gak?
BalasHapus:)
Unik sih, jadi kuliner puisi, atau puisi kuliner?
HapusHhahahaa :D
Wooh lama jg aku ndak mampir ke sini. Unik mba 👍
BalasHapus