Menunggumu di Nol Kilometer

Jingga mulai singgah di altar langit
Mengambil posisi setelah berjabat dengan mentari yang hendak berpamitan pulang
Kala itu aku ditemani dengan tetesan air yang turun menggerayangiku
Seketika tubuh penuh kuyup
Dingin pun seperti tak mau kalah menusuk tajam ke seluruh bagian tubuhku
Aku menunggu seseorang
Namun hingga kini belum juga tampak
Setengah jam
Satu jam
Sudah cukup lama aku menunggu
Sementara yang ditunggu tak datang-datang
Juga tak memberi kabar
Rasanya aku ingin kembali pulang
Menghangatkan tubuh dengan secangkir teh hangat
Tapi aku telah terlanjur mengucapkan janji kepadamu
Janji menunggumu di tempat ini
Di Nol Kilometer kotamu
Pukul 20.00 wib
Dan tetap berteman dengan hujan
Engkau belum juga datang
Anak-anak kecil berlari-lari
Menawarkan payung kepadaku
Namun tak satupun aku pedulikan
Aku lebih memilih basah untuk menunggumu
Sedikit berharap kau datang dengan membawa payung untukku
Lima jam aku telah menunggu
Namun kau tak kunjung datang
Baiklah, aku mulai menyerah kali ini
Aku biarkan langkah ini meneruskan perjalanannya
Walau gontai, kakiku tetap menginginkan pulang
Lalu bagaimana dengan kamu?
Aku takut pertanyaan-pertanyaan konyol keluar dari mulutmu
“mengapa kau tak menunggu sebentar lagi?”
Cukup, aku sudah cukup bersabar
Ini bukan masalah menunggu dan ditunggu
Ini masalah hati
Ada hati yang butuh kepastianmu
Tapi kau diamkan seolah aku tak berarti
Sudahlah, aku sudah ikhlaskan jika ini memang bukan jalan kita
Namun jangan pernah kau datangi aku lagi
Aku sudah anggap kau tak ada, “Nol”
Seperti aku yang telah lama menunggu kepastianmu di “Nol” Kilometer
Putri Apriani, 17 Desember 2013
Sumber Ilustrasi (agungwibowojogja.files.wordpress.com)
Komentar
Posting Komentar